Masa Depanmu Masa Depanku
Angin yang berhembus sore ini benar benar
menemani kepedihan dan keraguan hatiku. Yaa.. aku Alana seorang gadis berumur
18 tahun dan kini berstatus sebagai mahasiswi di salah satu perguruan tinggi
swasta di Jakarta. Saat aku duduk di kelas 3 SMA di salah satu sekolah negri di
daerah Jakarta, aku berpikir bahwa masa-masa seperti itu adalah masa-masa
dimana aku dan semua orang yang seumuran denganku, pasti akan memikirkan kemana
arah tujuan masa depan yang ingin di tuju. Dan untuk menuju masa depan itu kita
tidak boleh asal-asalan dalam memilihnya dan jangan sampai salah langkah. Aku
ingat kata-kata yang pernah mama ucapkan “Ade,
kamu sudah besar. Dan kamu berhak menentukan arah mana yang akan kamu tuju.
Asal semua itu berasal dari hati dan kemampuanmu. Mama dan Papa pasti akan
selalu mendukungmu nak”.
Jujur aku masih bingung memilih arah mana yang
akan aku tuju. Berbagai pendapat dan masukkan dari semua guru di sekolah aku
tamping dan aku berusaha merenungi semua pendapat itu. Setelah aku piker-pikir
dengan baik, akhirnya aku menemukan tujuan yang ingin aku capai. Berbagai test
aku ikuti agar aku masuk dan di terima di salah satu Universitas yang aku pilih
karena jurusan yang aku minati. Test demi test aku ikuti dengan baik, dan
ketika menunggu hari pengumuman, hasilnya mengatakan bahwa aku belum bisa di
terima di Universitas tersebut. Sedih dan pasrah itu yang aku rasakan saat itu
kenyataannya aku belum bisa masuk Universitas tersebut, tapi mungkin Allah
berkehendak lain. Aku yakin Allah punya rencana yang baik untuk aku.
Dan aku memutuskan untuk mendaftar diri sebagai
mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta yang memiliki program studi
yang aku minati. Mungkin ini rencana Allah, supaya aku masuk di Universitas ini.
Bahkan mama dan papa pun mendukung penuh agar aku masuk di Universitas tersebut,
mungkin karna jarak dari rumah ke kampus tidak terlalu jauh, dan hanya
menghabiskan waktu 1 jam untuk sampai di kampus.
Disisi lain seorang pria yang mampu memikat
hati aku pun mengalami hal yang sama denganku. Namun ia masih berusaha
menemukan masa depan serta perguruan tinggi yang baik untuk ia capai. Sampai
suatu hari ia mengajakku bertemu dan mengatakan sesuatu “Alana, Alhamdulillah aku sudah menemukan Universitas yang aku inginkan,
dan aku sudah mendaftar disana” ,”Ohya? Dimana itu?”, Tanya ku balik. “Di Belanda”
Jawab Topan dengan senyum sumringahnya. Aku sempat terdiam kaku, Belanda? Itu
kota yang sangat jauh, bahkan itu kota yang letaknya beda Negara. Ya Allah
kenapa Topan memilih kota yang jauh itu.”Belanda?
Apa itu tidak sangat jauh pan?” Tanyaku balik. “Orang tuaku mengijinkanku untuk
kuliah disana Lana” Jawab Topan bahagia. “Kenapa kamu diam Lana? Kamu bahagia
kan aku bisa diterima kuliah disana?” Tanya Topan balik. “Hmm iya iya aku
bahagia melihat kamu bahagia” Jawabku meyakinkan Topan. Maaf Topan,
sebenarnya aku kaget mendengar keputusan kamu yang memilih kuliah di lauar sana.
Ya Allah entah kenapa hati ini terasa begitu
sakit ketika mendengar ia akan pergi jauh. Ya Allah, aku yakin semua ini memang
yang terbaik untuk dia. Dia bisa menimba ilmu di Negri orang, bahkan kesempatan
seperti ini tidak bisa hadir untuk kedua kalinya ya Allah. Ya Allah jika memang
itu yang terbaik untuk dia berikan kemudahan dan kelancaran baginya untuk
menimba ilmu disana ya Allah.
Keesokan harinya Topan meminta bantuan padaku
untuk membantu mempersiapkan segala keperluan yang akan ia bawa untuk menimba
ilmu disana. Perlahan aku mencoba meyakinkan hatiku untuk menerima semua ini. Menerima
bahwa Topan akan pergi ke Negri orang, negri yang letaknya entah dimana, dan
aku hanya bisa melihat Negri itu dari peta atlas yang aku punya. “Alana, terima kasih kamu sudah mau membantu
aku mempersiapkan segalanya. Aku bahagia sekali Allah menunjukkan jalan yang
baik untuk masa depanku, aku janji disana aku akan berusaha menjadi seorang
pelajar yang baik untuk Negara dan untuk kamu Alana, aku janji” Kata Topan
sambil memegang tanganku dan berusaha meyakinkanku. Tak ada kata yang bisa
aku ucapkan kecuali senyum dan air mata yang tiba-tiba menetes dia pipi ku. Aku
merasakan sentuhan lembut di pipiku, dan aku tersadar Topan berusaha mengusap
air mata yang jatuh di pipiku, serta ketenangan dan kehangatan yang kuterima
ketika Topan memelukku. Ya Allah tak ingin pisah rasanya dengan dia.
Dan ketika hari keberangkatan itu tiba aku
mengantar Topan sampai di bandara. Dan lagi-lagi aku harus berusaha meyakinkan
hati aku, bahwa ini semua demi masa depan Topan. Topan harus menimba ilmu
disana, di negri orang yang entah bagaimana keadaan Negri itu. Saat itu Topan
memegang tanganku, dan aku berusaha memegang erat tangannya, dan berusaha
menahan agar ia tidak pergi dan ia tetap disini bersama ku. “Ya Allah egoiskah aku yang berusaha menahan
keberangkatannya, ya Allah egoiskah aku jika aku belum bisa mengikhlaskan ia pergi
jauh untuk menimba ilmu”, ucapku dalam hati.
Topan berdiri dihadapanku dan ia berusaha mengatakan, “Jaga dirimu baik-baik,
jangan lupa shalat, jangan telat makan. Doa kan aku agar semuanya lancar,
jangan pernah berhenti untuk semangatin aku, karena cuma yang setiap saat bisa
semangatin aku dan aku bisa kembali semangat menuju masa depan aku”. Aku
kembali tak bisa mengucapkan sepatah kata apa pun, aku hanya bisa mengangguk
dan meneteskan air mata. “Sudah Lana, aku
janji aku akan cepat pulang”, ucap Topan meyakinkanku sambil menghapus air mata
ku. Aku berusaha tenang dan mencoba untuk berbicara “Kamu juga ya jaga diri kamu, belajar yang fokus. Aku disini cuma bisa
bantu kamu lewat doa”,”Terimakasih Lana. Aku sayang kamu”, jawab Topan dengan
sedu.
Perlahan aku merasakan hentakan tangan Topan
yang berusaha lepas dari genggaman erat tanganku. Aku takut ya Allah. “Topan apakah kamu merasakan apa yang aku
rasakan, jujur aku tak mau kamu pergi, jujur aku takut kamu pergi. Tapi egois
aku jika aku melarangmu pergi, egois aku menahanku untuk mencapai cita-cita dan
masa depanmu.”, ucapku dalam hati. Sampai akhirnya genggaman tangan itu
memang benar-benar lepas dari eratanku. Dan aku tersdar bahwa Topan telah pergi
untuk mengapai masa depannya.
Kini aku sendiri, kini Topan sudah berada di
Negri orang. Tapi kedua orang tuaku masih tetap selalu memberikan supportnya
untukku. Bahkan orang tua Topan pun selalu mendukungku.
Topan,
aku tau kamu jauh disana.
Aku tau
kamu sedang mencoba menjadi seorang pelajar yang baik.
Disini
aku merindukanmu, merindukan derai candamu, merindukan senyum manis yang
menimbulkan lesum pipitmu.
Ya Allah
jaga ia selalu dalam lindunganmu.
Berikan segala
kemudahan bagi setiap urusannya ya Allah.
Aku berharap
angin mampu membawa rasa rinduku dan menyampaikannya padamu. Topan~