Bunda
mana yang tidak bingunng, cemas dan panik melihat anaknya yang semakin hari
semakin berubah menjadi sosok anak yang sangat pendiam. Mungkin awalnya
terlihat biasa, karna seorang anak yang beranjak dewasa pasti akan mengalami
masa-masa yang orang bilang masa-masa “galau”. Namun perubahan itu tidak hanya
membuatku cemas bahkan aku bersyukur karna putri manjaku kini berubah menjadi
seorang putri yang lebih santun dan lebih menutup dirinya dengan mulai
menggunakan pakaian-pakaian yang di ajarkan dalam islam.
Semua
ini berawal ketika suatu hari aku melihat putriku diam dan menyendiri dalam
kamar, bahkan ketika aku mengajaknya untuk keluar rumah pun dia selalu menolak
dengan alasan yang memang meyakinkanku “Maaf bun, aku sedang mengerjakan tugas”,
sontak aku tidak berani untuk mengganggu putri ku yang memang sedang membaca
sebuah buku. Ketika malam tiba aku mengingatkan dia dan mengajaknya untuk makan
malam
“Nak, bunda
sudah membuatkan sup kesukaanmu, yuk kita makan dulu bareng sama ayah…” Tanya
ku padanya
“Maaf, bunda
sama ayah makan duluan saja, nanti Putri nyusul ya bun” Jawabnya dengan nada
yang sangat lesu.
“Loh… anak bunda
kenapa ? lesu sekali keliatannya ?…” Tanyaku khawatir,
“Tidak bun, aku
baik-baik saja….” Jawabnya sambil memberikan senyuman yang meyakinkanku.
Dan akhirnya aku
meninggalkan putriku yang memang sedang sibuk dengan laptop di depannya.
Awalnya aku percaya dan yakin bahwa putri manjaku ini memang sedang baik-baik
saja, mungkin saat ini dia memang butuh menyendiri dan menanangkan dirinya
sendiri.
Semakin
hari aku semakin bingung dengan sikap putriku yang menjadi pendiam. Biasanya
saat berangkat kuliah dia selalu banyak bertukar pendapat dengan ayahnya di
meja makan, kini ia selalu diam dan tidak banyak bicara, biasanya pun ia selalu
menceritakan hal-hal dan kegiatan yang ia lakukan di kampusnya, namun kali ini
ia sama sekali tidak menceritakan hal apa pun mengenai kuliah atau pun kegiatan
yang ia lakukan. Lagi – lagi aku berpikir bahwa putriku ini memang dalam
keadaan yang baik-baik saja dan jika memang ada masalah pasti ia akan
menceritakannya pada ku atau pun pada ayahnya.
Sampai
pada suatu malam sekitar pukul 02.30 saat aku ingin menjalankan ibadah
tahajudku, aku melihat putriku sedang mengambil air wudhu, memang saat itu aku
sengaja untuk tidak menegurnya dan hanya melihatnya dari pintu kamarku. Hati
senang dan sangat bersyukur karna Allah telah mengubah dan membuka hati anakku
untuk bisa menjalankan ibadah tahajud di malam hari. Aku pun melanjutkan untuk
menjalankan ibadah tahajud ku, ketika aku menyelesaikan tahajudku aku
memutuskan untuk melihat putriku kembali apakah ia melanjutkan tidurnya atau
tidak. Subhanallah hati berkecamuk melihat purtriku sedang berdoa dengan
berlinang air mata dan isak tangisnya. Ya Allah saat ini keyakinanku runtuh
melihat putri manjaku menangis dengan isakannya, aku salah ternyata saat ini
putriku sedang mengalami masalah, Ya Allah bunda mana yang tega melihat
putrinya berdoa sambil mengeluarkan air mata dengan tangis yang begitu menyayat
hati. Aku sedih, sangat sedih melihat putriku yang periang kini menjadi putri
yang pendiam bahkan menutupi semua yang terjadi pada dirinya.
Keesokkan
paginya ketika putriku akan berangkat kuliah aku mencoba menanyakan apa yang
terjadi pada dirinya
“Putri, bunda
mau tanya sama putri…” Tanyaku padanya, namun putriku ini hanya menoleh dengan
tatapan yang kelihatan kosong dan bingung
“Apa putri
baik-baik saja ?” Tanyaku lagi, dia menatapku dengan tatapan bingung dan
sedikit lama untuk menjawab pertanyaanku
“Aku baik-baik saja
bun” , jawabnya dengan senyum yang rada lesu. “Kalau ada apa-apa putri kan
selalu cerita ke bunda atau ayah, kok sekarang keliatan ga pernah cerita ya?”
Tanyaku lagi.
“Karena tidak
ada yang perlu aku ceritakan bun” Jawab sambil tersenyum, kemudian dia lekas
berdiri dan berpamitan untuk berangkat kuliah. Semakin heran dan semakin
khawatir dengan putriku, sikapnya yang berubah membuatku merasa semakin bingung
dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Ketika
aku merapikan kamarnya aku melihat sebuah buku kecil yang terbuka diatas meja
belajar putriku, di dalamnya terdapat tulisan dan terlihat sedikit bercak air
entah itu air yang berasal dari mana, aku mencoba membaca isi tulisan tersebut.
Dear Diary…
Sudah 1 minggu loh aku coba
untuk tidak kepo, hebat kan aku…, walaupun masih sering ada tangisan disetiap
harinya. Ini juga hari ke 65 aku tidak komunikasi dengan dia, bahkan dia pun
tidak sama sekali menghubungiku. Saat ini aku akan terus mencoba untuk
menghindar, bukan untuk menjauhi dan memutuskan tali silahturahmi, tapi aku
ingin sedikit mengurangi rasa sakit yang ada di hati aku, aku pun tidak ingin
terus menjadi beban untuknya. Saat ini aku lihat dia begitu bahagia dengan
kehidupan barunya tanpa aku, dan disini pun aku berusaha untuk kembali melebarkan
senyumku dan berusaha melupakan apa yang pernah terjadi. Aku yakin aku sanggup
menanggung semuanya sendiri karena aku tahu Allah selalu bersamaku, dan Allah
tidak akan memberi cobaan di batas kemampuan para hambanya………..
Diary, sebenarnya aku rindu
padanya, tapi entah dia rindu atau tidak padaku. Masih ingat kah dia kata-kata
yang selalu aku ucapkan bahwa “aku takut kehilanganmu” masih ingatkah dia akan apa yang pernah terjadi, masih ingatkah dia akan semua janji-janji yang pernah
dia ucapkan dan pernah aku ucapkan. Sampai saat ini aku masih menyimpan dengan
baik semuanya, Namun tak ada lagi yang bisa aku lakukan selain berdoa dan
mengadu pada Allah, berdoa semoga disana dia bisa menjadi seseorang yang lebih
baik dan lebih bertanggung jawab lagi. Aku pun berjanji disini aku akan belajar
menjadi seorang wanita yang lebih baik lagi. Aku yakin aku bisa dan kuat
menutupi semua itu dari orang lain, aku janji…..
Membaca
semua ini membuat hatiku makin tak beraturan, putri manjaku sedang mengalami
masa-masa anak remaja yang dikenal dengan istilah galau, namun mengapa saat
seperti ini apa yang membuatnya menjadi seperti ini ?, bunda mana yang tak
khawatir melihat anaknya menjadi seperti ini ?, apa yang sebenarnya
disembunyikan ? . Apa yang sebenarnya terjadi pada putriku ??.
“Ya Allah, beri
petunjukmu, apa yang sebenarnya teradi. Jangan engkau biarkan putriku
berlama-lama bersedih dengan keadaan yang terjadi saat ini ya Allah…” ucapku
dalam hati.
Terbesit
dalam benakku untuk membelikannya sebuah baju gamis baru yang mungkin dapat
membuat putriku sedikit bahagia, aku lekas pergi ke suatu toko yang biasa aku datangi bersama putri manjaku itu.
Ketika
putriku sampai di rumah, aku pun bergegas memberikan baju itu padanya.
“Assalamu’alaikum..”
kata putri saat memasuki rumah.
“Wa’alaikumsalam….
Putrinya bunda sudah pulang yaa…” kataku sambil memeluk erat tubuh putri
manjaku itu, rasanya ingin meneteskan air mata ingin benar-benar menanyakan apa
yang sedang ia alami saat ini sampai-sampai aku tidak bisa merasakan
kebahagiaannya yang biasanya selalu ia tunjukkan.
“Putri, bunda
punya sesuatu untuk Putri” ucapku sambil menunjukkan bingkisan baju yang sudah
ku beli sebelumnya.
“Apa ini bun…? “
Tanya putri padaku, sambil membuka bingkisan tersebut.
“Waah… bagus
bun, aku suka.. Terimakasih bundaa..” Ucapnya sambil memeluk tubuhku.
“Sama-sama
sayang… Kalau ada apa-apa putri cerita yaa ke bunda, kan putri sudah terbiasa
cerita ke bunda atau ayah. Apa pun yang Putri mau selagi ayah dan bunda mampu,
Insya Allah akan terpenuhi sayang..” Ucapku sambil memeluknya kembali.
“Bunda tenang
saja, putri saat ini baik-baik saja bun, putri hanya butuh waktu. Putri sayang
bunda dan ayah” Ucapnya dengan nada yang begitu lesu. Aku tidak memberanikan
diri untuk menanyakan hal yang terlalu dalam pada putriku, aku mencoba mencari
waktu yang tepat.
Aku
mencoba bersabar dan berdoa, membiarkan putri manjaku seperti ini, aku hanya
ingin melihat apakah ada perubahan lain yang terjadi pada putriku. Semakin hari
aku selalu memperhatikan putriku, semakin hari aku semakin merasa bahwa putri
manjaku semakin menjadi seseorang yang tertutup dan pendiam. Tiada hal yang dia
ceritakan sepulang kuliah seperti biasanya. Pulang kuliah kembali berdiam diri
dalam kamar, entah apa yang biasa dilakukan olehnya.
Suatu
hari saat putriku pulang kuliah, aku melihat ia menangis, tanpa mengucapkan
salam saat masuk ke dalam rumah, ia pun berlalu masuk kamar dan menguncinya
dari dalam. Aku mencoba mengetuk pintu kamarnya namun sama sekali ia tidak
memberi jawaban. Semakin gundah hati ini, semakin sakit melihat putriku kini
selalu menjadi putri yang murung dan selalu bersedih. Aku tidak bisa tinggal
diam melihat putriku menjadi seperti ini, aku memutuskan untuk mengajak bicara
secara perlahan. Ketika malam harinya aku melihat pintu kamar putriku masih
tertutup dan terkunci, aku khawatir karena putriku belum makan sejak pulang
kuliah tadi
“Putri sayang,
buka nak pintunya, sini keluar nak” Ucapku sambil mengetuk pintu kamarnya yang
terkunci, namun sama sekali tak ada jawaban dari dalam
“Putri..Bunda
mau masuk sayang..” Ucapku kembali
“Maaf bun, Putri
mau sendiri dulu” Jawabnya dari dalam kamar.
“Tapi putri
belum makan dari pulang kuliah tadi, ayo nak keluar..” Lagi-lagi ucapanku tak
dihiraukan olehnya
“Putri gak
kasihan ya sama bunda…?” Tanyaku balik, masih berdiri di depan kamar putriku
yang terkunci.
“Maafin aku
bunda, tapi benar-benar aku mau sendiri dulu bun” Jawabnya dengan isak tangis
yang ku dengar dari luar. Tak ada yang bisa aku lakukan selain menunggunya mau
keluar dari kamar, aku tak biasa memarahi dan memaksa putri manjaku ini.
“Ya sudah..
Kalau putri laper panggil bunda ya sayang” Ucapku kembali.
Kutunggu-tunggu
panggilan dari bibir putriku namun tak kunjung terdengar. 2 sampai 3 jam aku
menunggu panggilan itu tepat tak kunjung terdengar panggilan itu. Semakin
khawatir dan resah hati ini, khawatir dengan putri manjaku
“Bunda terlihat
gelisah sekali ?” Tanya suamiku
“Bunda khawatir
dengan putri yah, bunda takut putri..”,
”Bunda istigfar,
Insya Allah putri kita baik-baik saja, saat ini memang dia butuh sendiri bun,
pasti nanti kembali ceria lagi..” Jawab suamiku mencoba menenangkan pikiranku.
Aku
mencoba menenangkan diriku dengan merebahkan dan memejamkan mataku dan berniat untuk
menghidupkan 1/3 malamku untuk memohon dan meminta bantuan pada Allah. Ku
curahkan semua isi hatiku, kekhawatiranku pada putriku, kegelisahanku anak
putriku. Derasnya cucuran air mataku, tak kuat melihat putriku kini berubah menjadi pendiam begitu saja, apa yang sebenarnya terjadi, tak biasanya aku melihat putriku bersedih
dalam waktu yang selama ini. Ketika diakhir aku memanjatkan doa, aku mendengar
suara tangisan dan yaaa... aku yakin itu suara tangisan putriku. Bergegas aku
menuju kamar putriku. Sesampai di kamar putriku, aku melihat ia sedang menangis
di atas sajadah indahnya itu, tak tega hatiku mendengar tangisan itu, bisakah
apa yang ia rasakan saat ini dipindahkan pada diriku, agar aku yang merasakan
apa yang ia alami.
“Bunda...” Ucap
putriku dan langsung memelukku dengan erat.
“Bunda maafin
Putri, Putri gak bermaksud buat bunda dan ayah khawatir, Putri salah bun...”
Ucapnya sambil menangis dan semakin erat pelukannya. Tak kuat hatiku melihat
putriku menangis, bunda mana yang tega melihat anaknya menangis terengah-engah
di pelukkannya. Perlahan aku coba menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Putri... Bunda
gak akan maksa Putri untuk jawab pertanyaan bunda, Bunda khawatir karena
akhir-akhir ini Putri berubah. Anak Bunda itu selalu riang, kalau ada masalah
sekecil apapun selalu cerita ke bunda atau ayah. Tapi akhir-akhir ini Putri
jadi pendiam, dan bahkan kelihatan sedang menyembunyikan sesuatu.” Kataku
sambil mengusap air mata yang ada di pipinya.
“Bunda maafkan Putri,
putri banyak salah sama bunda. Maafin Putri bunda…” Tangis anakku kembali.
“Putri gak salah
sayang….. Lagi pula kalau putri salah, bunda akan selalu memaafkan putri
sayang. Sekarang coba putri cerita ke bunda, kenapa Putri jadi seperti ini ?
Apa bunda atau ayah ada salah sama putri?” Tanyaku balik.
Putriku hanya
terus menangis dan mencoba mengeluarkan kata-kata dari bibirnya dan mencoba
menahan isak tangisnya.
”Bunda…, kalau Putri
tau rasanya akan seperti ini, Putri gak mau ambil langkah seperti ini bun…”
Suara yang keluar dari bibirnya sambil terus menahan isak tangis.
“Maksud Putri
apa nak ? Bunda masih gak ngerti maksud kamu..” Tanyaku yang masih terbingung
dengan kata-kata yang putriku ucapkan.
“Putri galauuuu
bundaa…” Jawabnya dengan tangisan yang makin terisak.
Entah
aku harus tertawa atau sedih melihat jawaban dari anakku ini. Aku mencoba
memeluknya dengan erat dan mencoba memberikan masukkan untuknya.
“Sayang...
galau itu wajar kok menurut bunda. Karna kamu masih remaja, kamu juga sedang
menuju masa-masa menuju dewasa loh. Anak bunda sudah besar ternyata..” Jawabku
sambil tersenyum dan menghapus air mata yang jatuh di pipi putriku.
“Tapi aku galau
akut bundaaa..” Jawabnya lagi.
“Iya kamu galau
akut, sudah berbulan-bulan kamu seperti ini. Sampai bunda bingung harus
bagaimana”. Putriku hanya diam dan tetap menangis.
“Putri.. dulu
bunda juga pernah kok mengalami apa yang putri alami saat ini. Tapi bunda tidak
berlarut dalam kesedihan. Dulu ayah dan bunda memang tidak “pacaran” kaya yang
saat ini lagi trend tuh “LDR” .Ayah sama bunda hanyalah sebetas teman, teman
yang saling mengingatkan. Tapi disaat bunda tahu kalau ayah dulu harus menempuh
pendidikan di negri tetangga, bunda merasa sediiiiih sekali. Bunda pikir saat
itu hanya bunda yang merasa sedih, ternyata ayah juga sedih harus berteman
jarak jauh dengan bunda”.
“Loh dari mana
bunda tahu kalau ayah juga sedih ?” Tanya Putriku.
“Naah itu dia,
dulu saat ayah pindah ke negri tetangga. Ayah sama bunda sama sekali tidak
berhubungan bahkan komunikasi. Tapi bunda selalu berdoa semoga di sana ayah
diberi keselamatan dan diberi perlindungan oleh Allah. Saat bunda kangen sama
ayah, bunda hanya bisa berdoa dan curhat ke Allah. Awalnya bunda hanya merasa
bahwa ayah dan bunda itu hanyalah teman biasa, namun makin lama kok bunda
merasakan hal yang aneh gitu. Akhirnya bunda sadar, ternyata Allah menitipkan
perasaan untuk ayahmu. Tapi lagi-lagi bunda hanya bisa berdoa dan pasrah, karna
bunda tidak tahu bagaimana kabar ayahmu saat itu. Mungkin saja ayah sudah punya
teman dekat disana. Atau mungkin saja ayahmu memang sudah memiliki rencana
indah disana. Bunda tetap meneruskan hidup bunda, bunda harus tetap focus
dengan kuliah bunda. Walaupun sedih tapi bunda harus tetap jalanin hidup bunda
dan gak boleh nyerah hanya karna perasaan yang bunda alami. Namun setelah 7
tahun berpisah, akhirnya Allah mempertemukan kami tanpa direncanakan. Saat itu
bunda sedang pergi bersama teman-teman yayasan untuk acara bakti sosial.
Tiba-tiba ada seorang pria yang memanggil bunda dari belakang dia bilang kalau
ada temannya yang ingin bertemu dengan bunda. Bunda sontak kaget ternyata yang
ingin bertemu dengan bunda itu ayah kamu put. Saat itu bunda gak bisa
berkata-kata. Bunda hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, bunda gak
menyangka ternyata diacara baksos itu bunda bisa tertemu kembali dengan ayahmu
nak. Saat itu perasaan yang ibu tahan-tahan muncul kembali saat melihat ayah
kamu hadir di hadapan bunda. Makin hari hubungan dan komunikasi ayah dan bunda
makin baik, sampai suatu hari ayah kamu mengajak bunda jalan-jalan bersama
teman-teman yang lain dan saat itu lah ayah bilang “Anna Uhibukki fillah” ke
bunda didepan semua teman-teman yang lain. Bunda sedih saat itu, ini kah hasil
doa yang bunda terima selama ini. Ini kah jalan yang Allah kasih ? ini kah
jodoh yang Allah berikan untuk bunda ?. Dengan berani dan niat yang suci, ayah
dan kakek nenekmu datang ke rumah orang tua bunda untuk meminang bunda. Saat
itu bunda masih heran dan masih bingung apa benar dan nyata yang saat ini
terjadi. Sampai akhirnya bunda dan ayah bersatu dalam tali pernikahan. Itu lah
sayanggg, Allah selalu mendengarkan doa setiap hambanya. Allah tau yang terbaik
untuk hambanya, asal kita mau bersabar dan berdoa kalau Allah akan memberikan
jalan yang terbaik untuk hambanya.” Ceritaku panjang pada Putriku dan tanpa
kusadari air mata jatuh di pipiku, dan Putriku mencoba menghapus air mataku.
“Aku ingin
seperti ayah dan bunda” ucap putri manjaku ini.
Aku hanya bisa
tersenyum.
“Aku masih ingat
sama janji-janji dia bun..” katanya sambil menangis kembali
“Manusia itu
memang tempatnya salah, manusia itu hanya bisa berencana tapi hanya Allah yang
menghendaki nak. Contohnya bunda janji sama putri, bunda janji akan ajak putri
pergi umroh bersama-sama dengan keluarga lainnya, tapi suatu hari sebelum kita
berangkat umroh bareng tiba-tiba bunda di panggil duluan sama Allah, itu
bagaimana? Janji bunda ke putri gak bisa terpenuhi kan ? karana semua itu udah
kehendak Allah nak. Allah yang menentukan segalanya”
“Kok bunda
ngomongnya gitu sih aaaaaaa bundaaa” Tanya putri sambil menangis kembali.
“Sayangggg itu
kan hanya umpama saja. Kapan pun waktu di panggil Allah kita harus sudah siap
loh sayangg” kataku menegaskan
“Jodoh tidak
pernah terkukar nak, kalau dia jodoh kamu, dia akan kembali dan menepati semua
janjinya ke kamu. Tapi jika memang Allah berkehendak lain, pasti Allah akan
memberikan jauh yang lebih baik dari orang itu. Allah itu maha adil nak.
Baiknya sekerang putri fokus kuliah sambil bersabar serta memperbaiki diri
putri. Bunda seneng loh sekarang putri terlihat lebih anggun karena putri lebih
sering menggunakan gamis sekarang dan putri terlihat lebih cantik dengan
khimarmu nak..” kataku kembali.
“Tapi bun, apa
putri salah kalau putri memiliki rasa yang lebih terhadap orang lain ?”
“Tidak nak, tapi
kamu harus ingat masih ada Allah nak, kita sebagai hambanya harus lebih sayang
dan cinta pada Allah. Karna hanya pada Allah-lah kita meminta dan memohon
sesuatu nak. Dan jangan lupa sayang ayah dan bunda.” jawabku.
“Iya bun, putri
tahu. Putri juga sayang banget sama ayah dan bunda, tanpa ayah dan bunda putri
gak akan bisa hidup seperti ini” jawabnya.
“Kalau gitu
putri jangan sedih lagi ya, nanti bunda sedih juga loh” kataku kembali
“Iya bunda,
maafin putri yaa… gara-gara putri, ayah dan bunda jadi bingung dan jadi
khawatir. Putri janji, putri akan terus berdoa ke Allah dan akan tetap semangat
demi ayah dan bunda.” Katanya sambil memelukku dengan erat.
Semakin
hari aku melihat ia mencoba kembali tersenyum kembali seperti biasanya.
Walaupun terkadang aku masih melihat dia sering murung sendiri dikamar ataupun
di meja makan. Tapi aku akan terus mencoba membuatnya kembali menjadi putri
yang gembira seperti biasanya. Ya Allah bantu aku menjadi seorang ibu yang
mampu membuat anaknya tidak bersedih kembali dan menjadi putriku yang biasanya.
Aamiin………