Selasa, 22 April 2014

Diamnya Putriku

Bunda mana yang tidak bingunng, cemas dan panik melihat anaknya yang semakin hari semakin berubah menjadi sosok anak yang sangat pendiam. Mungkin awalnya terlihat biasa, karna seorang anak yang beranjak dewasa pasti akan mengalami masa-masa yang orang bilang masa-masa “galau”. Namun perubahan itu tidak hanya membuatku cemas bahkan aku bersyukur karna putri manjaku kini berubah menjadi seorang putri yang lebih santun dan lebih menutup dirinya dengan mulai menggunakan pakaian-pakaian yang di ajarkan dalam islam.
Semua ini berawal ketika suatu hari aku melihat putriku diam dan menyendiri dalam kamar, bahkan ketika aku mengajaknya untuk keluar rumah pun dia selalu menolak dengan alasan yang memang meyakinkanku “Maaf bun, aku sedang mengerjakan tugas”, sontak aku tidak berani untuk mengganggu putri ku yang memang sedang membaca sebuah buku. Ketika malam tiba aku mengingatkan dia dan mengajaknya untuk makan malam
“Nak, bunda sudah membuatkan sup kesukaanmu, yuk kita makan dulu bareng sama ayah…” Tanya ku padanya
“Maaf, bunda sama ayah makan duluan saja, nanti Putri nyusul ya bun” Jawabnya dengan nada yang sangat lesu.
“Loh… anak bunda kenapa ? lesu sekali keliatannya ?…” Tanyaku khawatir,
“Tidak bun, aku baik-baik saja….” Jawabnya sambil memberikan senyuman yang meyakinkanku.
Dan akhirnya aku meninggalkan putriku yang memang sedang sibuk dengan laptop di depannya. Awalnya aku percaya dan yakin bahwa putri manjaku ini memang sedang baik-baik saja, mungkin saat ini dia memang butuh menyendiri dan menanangkan dirinya sendiri.
Semakin hari aku semakin bingung dengan sikap putriku yang menjadi pendiam. Biasanya saat berangkat kuliah dia selalu banyak bertukar pendapat dengan ayahnya di meja makan, kini ia selalu diam dan tidak banyak bicara, biasanya pun ia selalu menceritakan hal-hal dan kegiatan yang ia lakukan di kampusnya, namun kali ini ia sama sekali tidak menceritakan hal apa pun mengenai kuliah atau pun kegiatan yang ia lakukan. Lagi – lagi aku berpikir bahwa putriku ini memang dalam keadaan yang baik-baik saja dan jika memang ada masalah pasti ia akan menceritakannya pada ku atau pun pada ayahnya.
Sampai pada suatu malam sekitar pukul 02.30 saat aku ingin menjalankan ibadah tahajudku, aku melihat putriku sedang mengambil air wudhu, memang saat itu aku sengaja untuk tidak menegurnya dan hanya melihatnya dari pintu kamarku. Hati senang dan sangat bersyukur karna Allah telah mengubah dan membuka hati anakku untuk bisa menjalankan ibadah tahajud di malam hari. Aku pun melanjutkan untuk menjalankan ibadah tahajud ku, ketika aku menyelesaikan tahajudku aku memutuskan untuk melihat putriku kembali apakah ia melanjutkan tidurnya atau tidak. Subhanallah hati berkecamuk melihat purtriku sedang berdoa dengan berlinang air mata dan isak tangisnya. Ya Allah saat ini keyakinanku runtuh melihat putri manjaku menangis dengan isakannya, aku salah ternyata saat ini putriku sedang mengalami masalah, Ya Allah bunda mana yang tega melihat putrinya berdoa sambil mengeluarkan air mata dengan tangis yang begitu menyayat hati. Aku sedih, sangat sedih melihat putriku yang periang kini menjadi putri yang pendiam bahkan menutupi semua yang terjadi pada dirinya.
Keesokkan paginya ketika putriku akan berangkat kuliah aku mencoba menanyakan apa yang terjadi pada dirinya
“Putri, bunda mau tanya sama putri…” Tanyaku padanya, namun putriku ini hanya menoleh dengan tatapan yang kelihatan kosong dan bingung
“Apa putri baik-baik saja ?” Tanyaku lagi, dia menatapku dengan tatapan bingung dan sedikit lama untuk menjawab pertanyaanku
“Aku baik-baik saja bun” , jawabnya dengan senyum yang rada lesu. “Kalau ada apa-apa putri kan selalu cerita ke bunda atau ayah, kok sekarang keliatan ga pernah cerita ya?” Tanyaku lagi.
“Karena tidak ada yang perlu aku ceritakan bun” Jawab sambil tersenyum, kemudian dia lekas berdiri dan berpamitan untuk berangkat kuliah. Semakin heran dan semakin khawatir dengan putriku, sikapnya yang berubah membuatku merasa semakin bingung dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Ketika aku merapikan kamarnya aku melihat sebuah buku kecil yang terbuka diatas meja belajar putriku, di dalamnya terdapat tulisan dan terlihat sedikit bercak air entah itu air yang berasal dari mana, aku mencoba membaca isi tulisan tersebut.

Dear Diary…

Sudah 1 minggu loh aku coba untuk tidak kepo, hebat kan aku…, walaupun masih sering ada tangisan disetiap harinya. Ini juga hari ke 65 aku tidak komunikasi dengan dia, bahkan dia pun tidak sama sekali menghubungiku. Saat ini aku akan terus mencoba untuk menghindar, bukan untuk menjauhi dan memutuskan tali silahturahmi, tapi aku ingin sedikit mengurangi rasa sakit yang ada di hati aku, aku pun tidak ingin terus menjadi beban untuknya. Saat ini aku lihat dia begitu bahagia dengan kehidupan barunya tanpa aku, dan disini pun aku berusaha untuk kembali melebarkan senyumku dan berusaha melupakan apa yang pernah terjadi. Aku yakin aku sanggup menanggung semuanya sendiri karena aku tahu Allah selalu bersamaku, dan Allah tidak akan memberi cobaan di batas kemampuan para hambanya………..
Diary, sebenarnya aku rindu padanya, tapi entah dia rindu atau tidak padaku. Masih ingat kah dia kata-kata yang selalu aku ucapkan bahwa “aku takut kehilanganmu” masih ingatkah dia akan apa yang pernah terjadi, masih ingatkah dia akan semua janji-janji yang pernah dia ucapkan dan pernah aku ucapkan. Sampai saat ini aku masih menyimpan dengan baik semuanya, Namun tak ada lagi yang bisa aku lakukan selain berdoa dan mengadu pada Allah, berdoa semoga disana dia bisa menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih bertanggung jawab lagi. Aku pun berjanji disini aku akan belajar menjadi seorang wanita yang lebih baik lagi. Aku yakin aku bisa dan kuat menutupi semua itu dari orang lain, aku janji…..

Membaca semua ini membuat hatiku makin tak beraturan, putri manjaku sedang mengalami masa-masa anak remaja yang dikenal dengan istilah galau, namun mengapa saat seperti ini apa yang membuatnya menjadi seperti ini ?, bunda mana yang tak khawatir melihat anaknya menjadi seperti ini ?, apa yang sebenarnya disembunyikan ? . Apa yang sebenarnya terjadi pada putriku ??.
“Ya Allah, beri petunjukmu, apa yang sebenarnya teradi. Jangan engkau biarkan putriku berlama-lama bersedih dengan keadaan yang terjadi saat ini ya Allah…” ucapku dalam hati.
Terbesit dalam benakku untuk membelikannya sebuah baju gamis baru yang mungkin dapat membuat putriku sedikit bahagia, aku lekas pergi ke suatu toko yang biasa aku datangi bersama putri manjaku itu.
Ketika putriku sampai di rumah, aku pun bergegas memberikan baju itu padanya.
“Assalamu’alaikum..” kata putri saat memasuki rumah.
“Wa’alaikumsalam…. Putrinya bunda sudah pulang yaa…” kataku sambil memeluk erat tubuh putri manjaku itu, rasanya ingin meneteskan air mata ingin benar-benar menanyakan apa yang sedang ia alami saat ini sampai-sampai aku tidak bisa merasakan kebahagiaannya yang biasanya selalu ia tunjukkan.
“Putri, bunda punya sesuatu untuk Putri” ucapku sambil menunjukkan bingkisan baju yang sudah ku beli sebelumnya.
“Apa ini bun…? “ Tanya putri padaku, sambil membuka bingkisan tersebut.
“Waah… bagus bun, aku suka.. Terimakasih bundaa..” Ucapnya sambil memeluk tubuhku.
“Sama-sama sayang… Kalau ada apa-apa putri cerita yaa ke bunda, kan putri sudah terbiasa cerita ke bunda atau ayah. Apa pun yang Putri mau selagi ayah dan bunda mampu, Insya Allah akan terpenuhi sayang..” Ucapku sambil memeluknya kembali.
“Bunda tenang saja, putri saat ini baik-baik saja bun, putri hanya butuh waktu. Putri sayang bunda dan ayah” Ucapnya dengan nada yang begitu lesu. Aku tidak memberanikan diri untuk menanyakan hal yang terlalu dalam pada putriku, aku mencoba mencari waktu yang tepat.
Aku mencoba bersabar dan berdoa, membiarkan putri manjaku seperti ini, aku hanya ingin melihat apakah ada perubahan lain yang terjadi pada putriku. Semakin hari aku selalu memperhatikan putriku, semakin hari aku semakin merasa bahwa putri manjaku semakin menjadi seseorang yang tertutup dan pendiam. Tiada hal yang dia ceritakan sepulang kuliah seperti biasanya. Pulang kuliah kembali berdiam diri dalam kamar, entah apa yang biasa dilakukan olehnya.
Suatu hari saat putriku pulang kuliah, aku melihat ia menangis, tanpa mengucapkan salam saat masuk ke dalam rumah, ia pun berlalu masuk kamar dan menguncinya dari dalam. Aku mencoba mengetuk pintu kamarnya namun sama sekali ia tidak memberi jawaban. Semakin gundah hati ini, semakin sakit melihat putriku kini selalu menjadi putri yang murung dan selalu bersedih. Aku tidak bisa tinggal diam melihat putriku menjadi seperti ini, aku memutuskan untuk mengajak bicara secara perlahan. Ketika malam harinya aku melihat pintu kamar putriku masih tertutup dan terkunci, aku khawatir karena putriku belum makan sejak pulang kuliah tadi
“Putri sayang, buka nak pintunya, sini keluar nak” Ucapku sambil mengetuk pintu kamarnya yang terkunci, namun sama sekali tak ada jawaban dari dalam
“Putri..Bunda mau masuk sayang..” Ucapku kembali
“Maaf bun, Putri mau sendiri dulu” Jawabnya dari dalam kamar.
“Tapi putri belum makan dari pulang kuliah tadi, ayo nak keluar..” Lagi-lagi ucapanku tak dihiraukan olehnya
“Putri gak kasihan ya sama bunda…?” Tanyaku balik, masih berdiri di depan kamar putriku yang terkunci.
“Maafin aku bunda, tapi benar-benar aku mau sendiri dulu bun” Jawabnya dengan isak tangis yang ku dengar dari luar. Tak ada yang bisa aku lakukan selain menunggunya mau keluar dari kamar, aku tak biasa memarahi dan memaksa putri manjaku ini.
“Ya sudah.. Kalau putri laper panggil bunda ya sayang” Ucapku kembali.
Kutunggu-tunggu panggilan dari bibir putriku namun tak kunjung terdengar. 2 sampai 3 jam aku menunggu panggilan itu tepat tak kunjung terdengar panggilan itu. Semakin khawatir dan resah hati ini, khawatir dengan putri manjaku
“Bunda terlihat gelisah sekali ?” Tanya suamiku
“Bunda khawatir dengan putri yah, bunda takut putri..”,
”Bunda istigfar, Insya Allah putri kita baik-baik saja, saat ini memang dia butuh sendiri bun, pasti nanti kembali ceria lagi..” Jawab suamiku mencoba menenangkan pikiranku.
Aku mencoba menenangkan diriku dengan merebahkan dan memejamkan mataku dan berniat untuk menghidupkan 1/3 malamku untuk memohon dan meminta bantuan pada Allah. Ku curahkan semua isi hatiku, kekhawatiranku pada putriku, kegelisahanku anak putriku. Derasnya cucuran air mataku, tak kuat melihat putriku kini berubah menjadi pendiam begitu saja, apa yang sebenarnya terjadi, tak biasanya aku melihat putriku bersedih dalam waktu yang selama ini. Ketika diakhir aku memanjatkan doa, aku mendengar suara tangisan dan yaaa... aku yakin itu suara tangisan putriku. Bergegas aku menuju kamar putriku. Sesampai di kamar putriku, aku melihat ia sedang menangis di atas sajadah indahnya itu, tak tega hatiku mendengar tangisan itu, bisakah apa yang ia rasakan saat ini dipindahkan pada diriku, agar aku yang merasakan apa yang ia alami.
“Bunda...” Ucap putriku dan langsung memelukku dengan erat.
“Bunda maafin Putri, Putri gak bermaksud buat bunda dan ayah khawatir, Putri salah bun...” Ucapnya sambil menangis dan semakin erat pelukannya. Tak kuat hatiku melihat putriku menangis, bunda mana yang tega melihat anaknya menangis terengah-engah di pelukkannya. Perlahan aku coba menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Putri... Bunda gak akan maksa Putri untuk jawab pertanyaan bunda, Bunda khawatir karena akhir-akhir ini Putri berubah. Anak Bunda itu selalu riang, kalau ada masalah sekecil apapun selalu cerita ke bunda atau ayah. Tapi akhir-akhir ini Putri jadi pendiam, dan bahkan kelihatan sedang menyembunyikan sesuatu.” Kataku sambil mengusap air mata yang ada di pipinya.
“Bunda maafkan Putri, putri banyak salah sama bunda. Maafin Putri bunda…” Tangis anakku kembali.
“Putri gak salah sayang….. Lagi pula kalau putri salah, bunda akan selalu memaafkan putri sayang. Sekarang coba putri cerita ke bunda, kenapa Putri jadi seperti ini ? Apa bunda atau ayah ada salah sama putri?” Tanyaku balik.
Putriku hanya terus menangis dan mencoba mengeluarkan kata-kata dari bibirnya dan mencoba menahan isak tangisnya.
”Bunda…, kalau Putri tau rasanya akan seperti ini, Putri gak mau ambil langkah seperti ini bun…” Suara yang keluar dari bibirnya sambil terus menahan isak tangis.
“Maksud Putri apa nak ? Bunda masih gak ngerti maksud kamu..” Tanyaku yang masih terbingung dengan kata-kata yang putriku ucapkan.
“Putri galauuuu bundaa…” Jawabnya dengan tangisan yang makin terisak.
Entah aku harus tertawa atau sedih melihat jawaban dari anakku ini. Aku mencoba memeluknya dengan erat dan mencoba memberikan masukkan untuknya.
“Sayang... galau itu wajar kok menurut bunda. Karna kamu masih remaja, kamu juga sedang menuju masa-masa menuju dewasa loh. Anak bunda sudah besar ternyata..” Jawabku sambil tersenyum dan menghapus air mata yang jatuh di pipi putriku.
“Tapi aku galau akut bundaaa..” Jawabnya lagi.
“Iya kamu galau akut, sudah berbulan-bulan kamu seperti ini. Sampai bunda bingung harus bagaimana”. Putriku hanya diam dan tetap menangis.
“Putri.. dulu bunda juga pernah kok mengalami apa yang putri alami saat ini. Tapi bunda tidak berlarut dalam kesedihan. Dulu ayah dan bunda memang tidak “pacaran” kaya yang saat ini lagi trend tuh “LDR” .Ayah sama bunda hanyalah sebetas teman, teman yang saling mengingatkan. Tapi disaat bunda tahu kalau ayah dulu harus menempuh pendidikan di negri tetangga, bunda merasa sediiiiih sekali. Bunda pikir saat itu hanya bunda yang merasa sedih, ternyata ayah juga sedih harus berteman jarak jauh dengan bunda”.
“Loh dari mana bunda tahu kalau ayah juga sedih ?” Tanya Putriku.
“Naah itu dia, dulu saat ayah pindah ke negri tetangga. Ayah sama bunda sama sekali tidak berhubungan bahkan komunikasi. Tapi bunda selalu berdoa semoga di sana ayah diberi keselamatan dan diberi perlindungan oleh Allah. Saat bunda kangen sama ayah, bunda hanya bisa berdoa dan curhat ke Allah. Awalnya bunda hanya merasa bahwa ayah dan bunda itu hanyalah teman biasa, namun makin lama kok bunda merasakan hal yang aneh gitu. Akhirnya bunda sadar, ternyata Allah menitipkan perasaan untuk ayahmu. Tapi lagi-lagi bunda hanya bisa berdoa dan pasrah, karna bunda tidak tahu bagaimana kabar ayahmu saat itu. Mungkin saja ayah sudah punya teman dekat disana. Atau mungkin saja ayahmu memang sudah memiliki rencana indah disana. Bunda tetap meneruskan hidup bunda, bunda harus tetap focus dengan kuliah bunda. Walaupun sedih tapi bunda harus tetap jalanin hidup bunda dan gak boleh nyerah hanya karna perasaan yang bunda alami. Namun setelah 7 tahun berpisah, akhirnya Allah mempertemukan kami tanpa direncanakan. Saat itu bunda sedang pergi bersama teman-teman yayasan untuk acara bakti sosial. Tiba-tiba ada seorang pria yang memanggil bunda dari belakang dia bilang kalau ada temannya yang ingin bertemu dengan bunda. Bunda sontak kaget ternyata yang ingin bertemu dengan bunda itu ayah kamu put. Saat itu bunda gak bisa berkata-kata. Bunda hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, bunda gak menyangka ternyata diacara baksos itu bunda bisa tertemu kembali dengan ayahmu nak. Saat itu perasaan yang ibu tahan-tahan muncul kembali saat melihat ayah kamu hadir di hadapan bunda. Makin hari hubungan dan komunikasi ayah dan bunda makin baik, sampai suatu hari ayah kamu mengajak bunda jalan-jalan bersama teman-teman yang lain dan saat itu lah ayah bilang “Anna Uhibukki fillah” ke bunda didepan semua teman-teman yang lain. Bunda sedih saat itu, ini kah hasil doa yang bunda terima selama ini. Ini kah jalan yang Allah kasih ? ini kah jodoh yang Allah berikan untuk bunda ?. Dengan berani dan niat yang suci, ayah dan kakek nenekmu datang ke rumah orang tua bunda untuk meminang bunda. Saat itu bunda masih heran dan masih bingung apa benar dan nyata yang saat ini terjadi. Sampai akhirnya bunda dan ayah bersatu dalam tali pernikahan. Itu lah sayanggg, Allah selalu mendengarkan doa setiap hambanya. Allah tau yang terbaik untuk hambanya, asal kita mau bersabar dan berdoa kalau Allah akan memberikan jalan yang terbaik untuk hambanya.” Ceritaku panjang pada Putriku dan tanpa kusadari air mata jatuh di pipiku, dan Putriku mencoba menghapus air mataku.

“Aku ingin seperti ayah dan bunda” ucap putri manjaku ini.
Aku hanya bisa tersenyum.
“Aku masih ingat sama janji-janji dia bun..” katanya sambil menangis kembali
“Manusia itu memang tempatnya salah, manusia itu hanya bisa berencana tapi hanya Allah yang menghendaki nak. Contohnya bunda janji sama putri, bunda janji akan ajak putri pergi umroh bersama-sama dengan keluarga lainnya, tapi suatu hari sebelum kita berangkat umroh bareng tiba-tiba bunda di panggil duluan sama Allah, itu bagaimana? Janji bunda ke putri gak bisa terpenuhi kan ? karana semua itu udah kehendak Allah nak. Allah yang menentukan segalanya”

“Kok bunda ngomongnya gitu sih aaaaaaa bundaaa” Tanya putri sambil menangis kembali.
“Sayangggg itu kan hanya umpama saja. Kapan pun waktu di panggil Allah kita harus sudah siap loh sayangg” kataku menegaskan
“Jodoh tidak pernah terkukar nak, kalau dia jodoh kamu, dia akan kembali dan menepati semua janjinya ke kamu. Tapi jika memang Allah berkehendak lain, pasti Allah akan memberikan jauh yang lebih baik dari orang itu. Allah itu maha adil nak. Baiknya sekerang putri fokus kuliah sambil bersabar serta memperbaiki diri putri. Bunda seneng loh sekarang putri terlihat lebih anggun karena putri lebih sering menggunakan gamis sekarang dan putri terlihat lebih cantik dengan khimarmu nak..” kataku kembali.

“Tapi bun, apa putri salah kalau putri memiliki rasa yang lebih terhadap orang lain ?”
“Tidak nak, tapi kamu harus ingat masih ada Allah nak, kita sebagai hambanya harus lebih sayang dan cinta pada Allah. Karna hanya pada Allah-lah kita meminta dan memohon sesuatu nak. Dan jangan lupa sayang ayah dan bunda.” jawabku.
“Iya bun, putri tahu. Putri juga sayang banget sama ayah dan bunda, tanpa ayah dan bunda putri gak akan bisa hidup seperti ini” jawabnya.
“Kalau gitu putri jangan sedih lagi ya, nanti bunda sedih juga loh” kataku kembali
“Iya bunda, maafin putri yaa… gara-gara putri, ayah dan bunda jadi bingung dan jadi khawatir. Putri janji, putri akan terus berdoa ke Allah dan akan tetap semangat demi ayah dan bunda.” Katanya sambil memelukku dengan erat.


Semakin hari aku melihat ia mencoba kembali tersenyum kembali seperti biasanya. Walaupun terkadang aku masih melihat dia sering murung sendiri dikamar ataupun di meja makan. Tapi aku akan terus mencoba membuatnya kembali menjadi putri yang gembira seperti biasanya. Ya Allah bantu aku menjadi seorang ibu yang mampu membuat anaknya tidak bersedih kembali dan menjadi putriku yang biasanya. Aamiin………

0 comments:

Posting Komentar